Jakarta, CNN Indonesia --
Sebanyak delapan orang mantan pejabat di Kementerian Ketenagakerjaan RI didakwa melakukan pemerasan terkait pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA). Para terdakwa disebut menerima uang Rp135,29 miliar dalam kurun waktu 2017-2025.
"Telah menyalahgunakan kekuasaan dalam pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), memaksa para pemberi kerja atau agen perusahaan pengurusan izin RPTKA," kata jaksa KPK saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat (12/12).
Delapan terdakwa tersebut ialah Gatot Widiartono selaku Kepala Subdirektorat Maritim dan Pertanian Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Ditjen Binapenta & PKK) tahun 2019-2021 sekaligus PPK PPTKA tahun 2019-2024 serta Koordinator Bidang Analisis dan Pengendalian TKA Direktorat PPTKA Kementerian Ketenagakerjaan tahun 2021-2025.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin dan Alfa Eshad yang merupakan Staf pada Direktorat PPTKA pada Ditjen Binapenta & PKK Kementerian Ketenagakerjaan tahun 2019-2024.
Lalu Dirjen Binapenta & PPK Kementerian Ketenagakerjaan tahun 2020-2023 Suhartono dan Direktur PPTKA 2019-2024 yang diangkat sebagai Dirjen Binapenta 2024-2025 Haryanto.
Selanjutnya Direktur PPTKA 2017-2019 Wisnu Pramono serta Koordinator Uji Kelayakan Pengesahan PPTKA tahun 2020-Juli 2024 yang diangkat menjadi Direktur PPTKA 2024-2025 Devi Angraeni.
Jaksa menuturkan penerimaan dari masing-masing para terdakwa terkait dugaan pemerasan tersebut.
Rinciannya Suhartono sebesar Rp460 juta sejak 2020-2023, Haryanto Rp84,7 miliar dan satu unit mobil Innova Reborn dengan nopol B 1354 HKY sejak 2018-2025, Wisnu Pramono Rp25,1 miliar dan satu unit motor Vespa Primavera nopol B 4880 BUQ sejak 2017-2019, Devi Angraeni Rp3,25 miliar sejak 2017-2025, Gatot Widiartono Rp9,47 miliar sejak 2018-2025.
Berikutnya Putri Citra Wahyoe sebesar Rp6,39 miliar sejak 2017-2025, Alfa Eshad Rp5,23 miliar sejak 2017-2025, dan Jamal Shodiqin Rp551,1 juta sejak 2017-2025.
Uang tersebut berasal dari para agen TKA, baik secara individu maupun perusahaan agen tenaga kerja. Seluruhnya sejumlah Rp135,29 miliar.
RPTKA adalah izin penggunaan TKA untuk jabatan dan masa tertentu. Setiap pemberi kerja wajib mengajukan kepada Ditjen Binapenta dan PKK Kemnaker.
Proses permohonannya dilakukan secara online di website tka-online.kemnaker.go.id. Pada proses ini, pemohon wajib mengunggah seluruh berkas kelengkapan yang dipersyaratkan pada laman ini.
Akan tetapi, kata jaksa, para terdakwa sengaja tidak memproses pengajuan-pengajuan RPTKA tersebut. Lantas para pemohon mendatangi kantor Kemnaker untuk menanyakan kendalanya.
"Dalam pertemuan tersebut diketahui bahwa untuk memproses pengajuan RPTKA diperlukan sejumlah uang di luar biaya resmi (biaya kompensasi penggunaan TKA), dan apabila uang di luar biaya resmi tersebut tidak dipenuhi, maka pengajuan RPTKA tidak akan diproses," ungkap jaksa.
Apabila pemohon atau pemberi kerja tidak memberikan sejumlah uang yang diminta, maka pengajuan RPTKA tidak akan diproses. Akibatnya, TKA tidak dibuatkan jadwal wawancara melalui aplikasi Skype, tim verifikator tidak menginformasikan kepada pemberi kerja atau agen perusahaan pengurusan izin RPTKA apabila ada berkas yang tidak lengkap, serta dokumen Hasil Penilaian Kelayakan (HPK) dan pengesahan RPTKA tidak terbit.
"Bahwa pada kurun waktu 2017 hingga 2025, terdapat 1.134.823 pengesahan RPTKA pada Direktorat PPTKA dengan pungutan sebesar Rp300 ribu hingga Rp800 ribu per tenaga kerja asing, sehingga seluruh uang yang terkumpul dari para pengusaha atau agen perusahaan pengurusan izin RPTKA sebesar Rp135,29 miliar," tutur jaksa.
Para terdakwa didakwa melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
(ryn/wis)

3 hours ago
2

















































