Jakarta, CNN Indonesia --
Ketua DPR RI Puan Maharani menuding sejumlah poin dari koalisi masyarakat sipil terkait Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang baru disahkan menjadi undang-undang adalah hoaks.
Pernyataan itu disampaikan Puan dalam Rapat Paripurna ke-8 masa sidang II saat mengesahkan RKUHAP menjadi undang-undang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penjelasan dari Ketua Komisi III saya kira cukup bisa dipahami dan dimengerti sekali. Jadi hoaks hoaks yang beredar itu, semua hoaks itu tidak betul, dan semoga kesalahpahaman dan ketidakmengertian kita sama-sama bisa pahami," kata Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/11).
Sementara, Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Gerindra Habiburokhman mengungkap sejumlah pasal yang dimaksud hoaks. Pertama, isu yang menyebut polisi atau penyidik bisa melakukan penyadapan tanpa izin pengadilan.
Merujuk Pasal 135 ayat (2), kata Habib, penyadapan sama sekali tak diatur dalam KUHAP baru. Dia bilang aturan soal penyadapan akan diatur secara secara khusus dalam undang-undang soal penyadapan.
"Semua fraksi menginginkan penyadapan itu nanti diatur secara sangat hati-hati dan harus dengan izin ketua pengadilan," kata dia.
Kedua, isu yang menyebut polisi bisa membekukan tabungan atau nomor rekening secara sepihak. Menurut Habib, merujuk Pasal 139 ayat (2) KUHAP baru, semua pemblokiran tabungan harus seizin ketua pengadilan.
Ketiga, isu yang menyebut polisi bisa mengambil sepihak gawai dan data pribadi. Merujuk Pasal 44, terang Habib, semua bentuk penyitaan harus dilakukan dengan izin ketua pengadilan.
Keempat, polisi bisa menahan hingga menggeledah tanpa dugaan tindak pidana yang jelas. Habib menegaskan Pasal 93 dan 99 KUHAP baru mengatur segala bentuk penahanan dan penggeledahan harus disertai dua alat bukti dugaan tindak pidana.
"Menurut pasal 93 dan pasal 99 KUHAP baru penangkapan, penahanan, penggeledahan harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan berdasarkan minimal dua alat bukti," katanya.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP sebelumnya mengungkap sejumlah poin dalam KUHAP baru yang berpotensi menimbulkan tindakan sewenang-wenang aparat.
Mereka misalnya merujuk Pasal 5 yang menyebut penangkapan hingga penggeledahan bisa dilakukan tanpa dua alat bukti tindak pidana.
Lalu, mereka juga menyebut Pasal 105, 112A, dan Pasal 132A KUHAP bisa membuat aparat menyita hingga memblokir tanpa izin pengadilan dengan alasan kemendesakan yang subjektif.
"RUU KUHAP juga memberikan kewenangan kepada penyidik untuk melakukan penyadapan tanpa izin hakim dengan dilandaskan pada undang-undang yang bahkan belum terbentuk (Pasal 124)," demikian dikutip dari rilis resmi koalisi.
(fra/thr/fra)

3 hours ago
4

















































