Ini Faktor yang Menentukan Apakah Seseorang Pro atau Kontra terhadap Pandangan Childfree

1 month ago 6
  1. SEHAT
  2. SEKS

Penolakan terhadap konsep childfree sering kali berkaitan dengan norma-norma agama, sementara dukungan terhadapnya lebih didasarkan pada pertimbangan ekonomi.

Kamis, 21 Nov 2024 12:00:00

Ini Faktor yang Menentukan Apakah Seseorang Pro atau Kontra terhadap Pandangan Childfree Ilustrasi Perempuan Muslim Credit: freepik.com (©© 2024 Liputan6.com)

Menurut data yang dirilis pada tahun 2022, sekitar delapan dari seratus perempuan usia produktif yang pernah menikah dan tidak menggunakan alat kontrasepsi memilih untuk menjalani hidup childfree. Ini berarti bahwa hanya 0,1 persen perempuan berusia antara 15 hingga 49 tahun yang mengambil keputusan tersebut. Dengan kata lain, dari seribu perempuan dewasa di Indonesia, satu di antaranya telah memilih untuk childfree dan tidak ingin memiliki anak. Angka ini diambil dari laporan DATAin yang dikeluarkan oleh Direktorat Analisis dan Pengembangan Statistik Badan Pusat Statistik (BPS) edisi 2023.01-1.

Hasil kajian ini menunjukkan bahwa pandangan masyarakat yang konvensional masih menganggap bahwa seorang perempuan memiliki identitas yang lengkap jika dia memiliki anak, terutama anak biologis. Ruegemer dan Dziengel dalam Journal of Woman and Aging (2022) menyatakan bahwa kemampuan perempuan untuk melahirkan anak memberikan mereka status sosial yang lebih tinggi karena dianggap mampu melanjutkan generasi. Oleh karena itu, perempuan yang memilih untuk tidak memiliki anak sering kali dipandang sebagai individu yang bermasalah dalam masyarakat.

Orang lain juga bertanya?

Yuniarti S.Si, M.S. dan Satria Bagus Panuntun S.Tr.Stat. dalam artikel DATAin yang diterbitkan pada Selasa (19/11/2024) mengungkapkan, "Di Indonesia, konsep childfree belum sepenuhnya disambut baik oleh masyarakat. Melalui media sosial YouTube, sebagian besar masyarakat memberikan tanggapan negatif tentang pandangan hidup childfree." Pendapat yang bersifat netral juga cukup signifikan, karena masyarakat menyadari bahwa pilihan hidup setiap individu harus dihormati dan tidak boleh diganggu, apalagi diintervensi.

Menolak Konsep Childfree Karena Alasan Agama

Menurut analisis yang dilakukan oleh Guru Besar Ekonomi Demografi Universitas Indonesia (UI), Prof. Dra. Omas B. Samosir, Ph.D., hanya sekitar 8 persen masyarakat yang memberikan tanggapan positif terhadap konsep baru ini. Di sisi lain, penolakan terhadap childfree sering kali dikaitkan dengan norma-norma agama. Banyak komentar yang muncul di media sosial, terutama di platform YouTube, yang mencantumkan istilah seperti "Tuhan", "Agama", "Allah", dan "egois" dalam diskusi mengenai childfree. Secara keseluruhan, para pengguna media sosial tersebut berpendapat bahwa prinsip childfree sangat bertentangan dengan kodrat manusia yang telah ditetapkan oleh Tuhan. Selain itu, mereka juga menganggap bahwa para penganut childfree adalah individu-individu yang egois, hanya memikirkan kepentingan pribadi mereka sendiri.

Pertimbangan Ekonomi Sebagai Faktor Childfree

Walaupun demikian, pandangan masyarakat yang mendukung konsep childfree dianggap cukup rasional. Istilah "beban" dan "takut" menggambarkan persepsi mereka yang percaya bahwa memiliki anak dapat menambah beban ekonomi dan finansial dalam keluarga. Dengan demikian, individu yang merasa khawatir tidak dapat memberikan dukungan finansial atau merawat anak dengan baik, biasanya lebih memilih untuk menjalani hidup childfree.

Hubungan antara Tingkat Pendidikan dan Keputusan untuk Memilih Hidup Childfree

Perempuan yang menempuh pendidikan tinggi cenderung lebih sering menunda rencana untuk memiliki anak, bahkan ada yang tidak berniat sama sekali untuk menjadi orang tua, terutama bagi mereka yang sedang menjalani pendidikan S2 atau S3. Kenaikan jumlah perempuan childfree yang merupakan lulusan perguruan tinggi di Indonesia menunjukkan adanya hubungan yang erat antara pendidikan tinggi dan perubahan pandangan mengenai kepemilikan anak. "Akan tetapi perlu diketahui bahwa perempuan childfree berpendidikan SMA ke bawah justru jauh lebih tinggi persentasenya," ungkap Yuniarti.

Menurut Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), tingkat pendidikan memiliki pengaruh signifikan terhadap peluang kerja, yang pada gilirannya memengaruhi status ekonomi individu. "Jadi, keputusan hidup childfree di Indonesia sepertinya tidak hanya dipengaruhi oleh membaiknya level pendidikan, tapi juga dilatari oleh kesulitan ekonomi," jelasnya. Temuan ini diperkuat oleh fakta bahwa banyak perempuan yang memilih untuk tidak memiliki anak aktif terlibat dalam dunia kerja. Berdasarkan data SUSENAS 2022, sekitar 57 persen perempuan childfree ternyata tidak terlibat dalam kegiatan ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa faktor ekonomi merupakan salah satu pertimbangan utama dalam keputusan untuk hidup tanpa anak.

Sementara itu, di antara para perempuan childfree yang bekerja, sebagian besar dari mereka aktif di sektor perdagangan. Meskipun demikian, ada berita baik yang patut dicatat: lebih dari 80 persen perempuan childfree telah memiliki rumah sendiri, meskipun harga properti terus meningkat. Fenomena ini menunjukkan bahwa meskipun ada tantangan ekonomi, banyak perempuan yang tetap mampu mencapai kemandirian finansial dan membuat keputusan hidup yang sesuai dengan pilihan mereka.

Fenomena <a class=Childfree yang Jadi Pro dan Kontra. (Liputan6/Abdillah).">

Artikel ini ditulis oleh

Rizky Wahyu Permana

Editor Rizky Wahyu Permana

A

Reporter

  • Ade Nasihudin Al Ansori
  • Benedikta Desideria
Survei Menyebut 8 Persen Wanita Indonesia Pilih Childfree, Apa Dampaknya?

Survei Menyebut 8 Persen Wanita Indonesia Pilih Childfree, Apa Dampaknya?

8 Persen wanita dari data SUSESNAS 2022 mengaku childfree, ketahui dampaknya bagi negara.

Membedah Turunnya Angka Pernikahan Usia Muda di Indonesia

Membedah Turunnya Angka Pernikahan Usia Muda di Indonesia

Berdasarkan laporan BPS angka pernikahan di Indonesia mengalami penurunan yang drastis

Biaya Pernikahan Terlalu Mahal, Banyak Warga Korea Pilih Kumpul Kebo

Biaya Pernikahan Terlalu Mahal, Banyak Warga Korea Pilih Kumpul Kebo

Laporan itu juga menyebutkan masyarakat semakin mendukung kelahiran anak di luar nikah.

 Kesetaraan Gender di Indonesia Semakin Baik

BPS: Kesetaraan Gender di Indonesia Semakin Baik

Komponen yang dilihat yaitu dimensi kesehatan reproduksi, pemberdayaan dan pasar tenaga kerja.

BPS 6 bulan yang lalu

Tuntutan Hidup Tinggi, 69 Persen Masyarakat Indonesia Tetap Bekerja Setelah Pensiun
 Semakin Kaya, Pendidikan Tinggi Sebab Usia Menikah Mundur

Angka Pernikahan Turun Drastis, BKKBN: Semakin Kaya, Pendidikan Tinggi Sebab Usia Menikah Mundur

"Semakin kaya, pendidikan tinggi dan bermukim di perkotaan, berkolerasi erat dengan median usia menikah yang semakin mundur," kata Hasto," kata Kepala BKKBN

 Generasi Sendiri, Tentang Ketakutan Gen Z Pada Pernikahan

VIDEO: Generasi Sendiri, Tentang Ketakutan Gen Z Pada Pernikahan

Dalam sepuluh tahun terakhir, Indonesia telah menyaksikan penurunan tajam dalam jumlah pernikahan.

Misi Penting Prabowo untuk Ridwan Kamil Jika Menang Pilkada Jakarta 2024

Misi Penting Prabowo untuk Ridwan Kamil Jika Menang Pilkada Jakarta 2024

Adik dari Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo mengungkap fenomena Gen Z dan millenial yang enggan punya anak.

Ternyata Ini Biang Kerok Kenapa Banyak Sarjana Jadi Pengangguran

Ternyata Ini Biang Kerok Kenapa Banyak Sarjana Jadi Pengangguran

Para pencari kerja pemula tersebut merasa belum mempunyai beban layaknya pencari kerja yang sudah menikah.

Mengenal Vasektomi, Apakah Pria Masih Bisa Ereksi dan Ejakulasi Setelahnya?

Mengenal Vasektomi, Apakah Pria Masih Bisa Ereksi dan Ejakulasi Setelahnya?

Kontrasepsi vasektomi yang dikenal sebagai KB pria tidak memengaruhi ejakulasi dan ereksi.

Jumlah Janda Usia Remaja di Jatim Capai Ribuan, Ini Fakta di Baliknya
Tren Jumlah Penduduk Indonesia Terus Meningkat, Sementara China Menurun

Tren Jumlah Penduduk Indonesia Terus Meningkat, Sementara China Menurun

Jjumlah penduduk China berkurang 850.000 orang menjadi sekitar 1.411,75 juta pada tahun 2022.

Read Entire Article
International | Politik|