Sisa-sisa kota yang dikenal sebagai al-Natah terpendam di balik oasis bertembok Khaybar, daerah hijau yang subur di tengah gurun barat laut Jazirah Arab.
Minggu, 03 Nov 2024 18:06:00
Di sebuah oasis di Arab Saudi, ditemukan sebuah kota berbenteng berusia 4.000 tahun yang selama ini tersembunyi. Penemuan ini memberikan wawasan baru mengenai kehidupan di masa lalu, menunjukkan transisi dari cara hidup nomaden menuju kehidupan yang lebih teratur dan urban.
Pada hari Rabu, 30 Oktober, para arkeolog mengumumkan bahwa penemuan kota yang dikenal dengan nama al-Natah ini mengungkapkan bagaimana masyarakat pada zaman itu beradaptasi. Kota ini terletak di oasis bertembok Khaybar, sebuah area hijau yang dikelilingi oleh gurun di bagian barat laut Jazirah Arab. Penelitian yang dipimpin oleh arkeolog Prancis, Guillaume Charloux, yang dipublikasikan awal tahun ini, mengungkapkan adanya tembok kuno sepanjang 14,5 kilometer di lokasi tersebut.
Dalam studi terbaru yang diterbitkan di jurnal PLOS One, tim peneliti Prancis-Saudi menyatakan bahwa "bukti bahwa benteng-benteng ini diatur di sekitar habitat" telah ditemukan, menurut pernyataan Charloux kepada AFP yang dikutip pada Minggu, 3 November 2024.
"Kota besar yang dihuni oleh sekitar 500 orang ini dibangun pada sekitar tahun 2400 SM, yang merupakan awal Zaman Perunggu," tambah para peneliti. "Namun, kota tersebut ditinggalkan sekitar seribu tahun kemudian, dan penyebabnya masih menjadi misteri," ungkap Charloux.
Ketika al-Natah didirikan, wilayah Syam di sepanjang Laut Mediterania, mulai dari Suriah hingga Yordania, sedang mengalami perkembangan pesat. Sementara itu, bagian barat laut Saudi Arabia pada masa itu diperkirakan merupakan gurun yang gersang, dilalui oleh para pengembara dan dipenuhi dengan lokasi pemakaman. Penemuan benteng Zaman Perunggu di oasis Tayma, yang ditemukan 15 tahun lalu, menjadi titik awal bagi para arkeolog untuk mengamati oasis-oasis ini lebih dalam.
Perkotaan yang berkembang dengan lambat
Batuan vulkanik hitam yang dikenal sebagai basal menutupi dinding al-Natah dengan sangat efektif, sehingga "melindungi situs tersebut dari penggalian ilegal," ungkap Charloux. Dari pengamatan yang dilakukan dari ketinggian, para peneliti menemukan jalur-jalur potensial serta fondasi rumah yang menunjukkan lokasi-lokasi yang perlu dieksplorasi lebih lanjut oleh arkeolog.
"Mereka menemukan fondasi yang cukup kuat untuk menopang rumah setidaknya satu atau dua lantai," tambah Charloux, sambil menekankan bahwa masih banyak penelitian yang harus dilakukan untuk memahami situs tersebut secara menyeluruh.
Meskipun demikian, penemuan awal mereka menggambarkan sebuah kota seluas 2,6 hektar dengan sekitar 50 rumah yang berdiri di atas bukit, lengkap dengan dinding pertahanannya sendiri. Di dalam pekuburan yang ada, terdapat makam-makam yang menyimpan senjata logam seperti kapak dan belati, serta batu-batu seperti akik, yang menunjukkan bahwa masyarakat di sana sudah relatif maju sejak lama.
Potongan-potongan tembikar yang ditemukan "menunjukkan masyarakat yang relatif egaliter," kata penelitian tersebut. Tembikar-tembikar ini "sangat cantik tetapi sangat sederhana," imbuh Charloux.
Ukuran benteng pertahanan yang tingginya bisa mencapai sekitar lima meter (16 kaki) menunjukkan bahwa al-Natah merupakan lokasi dengan otoritas lokal yang cukup kuat. Penemuan-penemuan ini mengungkapkan proses "urbanisme lambat" yang terjadi selama transisi dari kehidupan desa nomaden menuju kehidupan desa yang lebih mapan, menurut penelitian tersebut.
Sebagai contoh, oasis berbenteng mungkin saling terhubung di wilayah yang masih didominasi oleh kelompok nomaden pastoral. Pertukaran yang terjadi di antara mereka bisa menjadi dasar bagi "rute kemenyan" yang memperdagangkan rempah-rempah, kemenyan, dan mur dari Arabia selatan ke Mediterania.Walaupun al-Natah masih tergolong kecil jika dibandingkan dengan kota-kota di Mesopotamia atau Mesir pada periode tersebut,
"Namun di hamparan gurun yang luas ini, tampaknya ada jalur lain menuju urbanisasi" selain negara-kota yang lebih besar, yang "lebih sederhana, jauh lebih lambat, dan cukup spesifik di wilayah barat laut Arabia," kata Charloux. Penemuan ini memberikan wawasan baru mengenai perkembangan masyarakat kuno di wilayah tersebut dan menunjukkan bahwa terdapat dinamika sosial dan ekonomi yang kompleks meskipun dalam skala yang lebih kecil.
Artikel ini ditulis oleh
Editor Pandasurya Wijaya
T
Reporter
- Tanti Yulianingsih
Arkeolog Temukan "Gerbang Neraka" di Arab Saudi, Ada Jejak Manusia dan Sudah Ada Sejak 9.000 Tahun Lalu
Arkeolog Gali Kota Bersejarah Berusia 25.000 Tahun Lengkap dengan 11.000 Tulang di Dalamnya
Arkeolog Gali Kota Bersejarah Berusia 25.000 Tahun Lengkap dengan 11.000 Tulang di Dalamnya
Arkeolog Temukan Bukti Manusia Purba Pernah Tinggal di Saluran Aliran Lava Gunung Berapi
Temuan manusia purba ini menjadi bukti sekaligus cara baru bagi manusia yang ingin tinggal di luar planet Bumi.
Arkeolog Temukan Makam Rahasia di Kota Kuno Misterius, Ada 12 Kerangka Manusia Berusia 2.000 Tahun
Arkeolog juga menemukan satu kerangka manusia yang masih memegang sebuah cawan keramik.
sains 1 bulan yang lalu
Sinar Laser Ungkap Kota Kuno Bangsa Maya Tersembunyi di Bawah Hutan, Ada Piramida dan Lapangan Bola
Di bawah hutan Meksiko di Semenanjung Yucatan ada sebuah kota bangsa Maya dari masa 1.000 tahun lalu.