Mengenal fenomena efek lipstik yang menjangkiti banyak orang disaat ekonomi sulit. Ternyata ini sebabnya.
Kamis, 31 Okt 2024 22:22:00
Fenomena Efek Lipstik, istilah yang menggambarkan kecenderungan konsumen untuk membeli barang-barang kecil yang memberi kepuasan instan di tengah situasi ekonomi sulit, menjadi sorotan dalam beberapa waktu terakhir. Salah satu contoh yang sering muncul adalah membeli lipstik premium atau barang mewah kecil lainnya, bahkan ketika kondisi finansial sedang tidak ideal. Psikolog klinis lulusan Universitas Indonesia, Ratih Ibrahim, menjelaskan faktor-faktor yang melatarbelakangi perilaku ini, seperti yang dikutip dari ANTARA.
Faktor Ekonomi, Emosional, dan Sosial Budaya
Menurut Ratih, fenomena Efek Lipstik ini dipicu oleh beberapa faktor, yaitu ekonomi, emosional, dan sosial budaya yang saling berkaitan satu sama lain. "Tiga aspek tadi tuh saling berkaitan. Justru karena ngerasa, 'aduh kok susah banget ya hidup ya', gitu, 'Mumpung masih ada duit seneng-senengin diri gue', biar dipuji aja, itu possible (mungkin)," ungkap Ratih.
Fenomena ini menyoroti kondisi psikologis konsumen yang, meskipun berhadapan dengan tantangan ekonomi, tetap mencari cara untuk merasa lebih baik dan menunjukkan bahwa mereka masih dapat menikmati hal-hal kecil. Pembelian barang mewah dengan harga terjangkau atau yang sedang diskon juga termasuk ke dalam kategori pembelian emosional.
Seringkali, keputusan ini tidak didasari oleh kebutuhan, melainkan untuk mendapatkan perasaan senang atau rasa kontrol atas hidup. Ratih menegaskan, di masa sulit seperti sekarang, banyak konsumen terdorong untuk membeli barang-barang kecil yang memberikan kesenangan instan.
Pengaruh Gaya Hidup dan Sosial Media
Di era digital saat ini, pilihan untuk membeli barang mewah kecil semakin dipengaruhi oleh tren sosial yang ditampilkan oleh para influencer. Konten-konten gaya hidup yang memperlihatkan kemewahan sering kali diikuti oleh para pengikut mereka, meskipun kondisi ekonomi pribadi mungkin tidak mendukung untuk melakukan hal yang sama.
Para influencer, dengan mudah mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap kebutuhan sekunder, menjadikan pembelian barang-barang tersebut sebagai bagian dari gaya hidup modern. Ratih menjelaskan bahwa pengaruh media sosial dan gaya hidup mewah ini menjadi salah satu bentuk pembenaran untuk membeli barang yang tidak selalu dibutuhkan.
"Bukan hanya in denial (dalam penolakan), dia dalam in denial-nya itu dia membangun illusion of control (ilusi kendali), bahwa 'saya punya kendali loh terhadap hidup saya'," jelas Ratih. Ia menyebut bahwa ilusi kendali ini memberikan perasaan bahwa mereka memiliki kontrol atas hidup mereka, padahal sebenarnya keputusan tersebut lebih banyak didorong oleh emosi dan pengaruh eksternal daripada kebutuhan yang rasional.
Dampak Terhadap Kesehatan Mental
Ratih juga memperingatkan bahwa kebiasaan untuk terus menerus membeli barang-barang untuk mencari pelarian dari realita bisa berdampak buruk bagi kesehatan mental. "Karena ini pelarian, in denial terhadap kondisi realitanya, berpengaruh pada kesehatan mentalnya," ujarnya. Ratih menjelaskan bahwa semakin seseorang menghindari realita melalui pembelian barang yang tidak perlu, semakin berat dampak psikologis yang akan mereka rasakan ketika akhirnya harus menghadapi realita.
“Karena, begitu kamu lari, ketika kamu harus berhadapan sama realita, itu realitanya memukul dirimu sangat buruk. Susah,” tambah Ratih. Ketika seseorang menutupi kesulitan hidupnya dengan cara pelarian yang semu ini, realita yang tak terhindarkan akan terasa lebih berat dan menekan.
Menghindari Perilaku Konsumtif dan Membangun Kesadaran Diri
Ratih menekankan pentingnya bagi individu untuk menyadari dan membatasi kebiasaan membeli barang-barang yang sebenarnya tidak diperlukan. Menurutnya, langkah awal yang bisa dilakukan untuk menahan hasrat berbelanja yang bersifat pelarian adalah dengan menetapkan anggaran belanja yang ketat. Ini bertujuan agar keuangan pribadi lebih terkontrol dan tidak terjerumus dalam perilaku konsumtif yang dapat menjerumuskan diri ke dalam masalah finansial.
Salah satu tips praktis yang disarankan Ratih adalah menghindari aktivitas yang dapat memicu perilaku konsumtif, seperti membuka aplikasi belanja atau mengikuti konten yang mendorong gaya hidup mewah di media sosial. Dengan langkah sederhana ini, seseorang dapat membangun kesadaran untuk mengendalikan perilaku konsumtif dan lebih fokus pada kebutuhan yang benar-benar penting.
Menjaga Kesehatan Mental di Tengah Tekanan Ekonomi
Ratih menyarankan, alih-alih mencari kepuasan sementara melalui pembelian barang mewah yang tidak diperlukan, masyarakat perlu mencari kegiatan yang dapat memberi kebahagiaan tanpa membebani kondisi finansial. Membangun hobi baru atau meluangkan waktu bersama keluarga dapat menjadi alternatif yang lebih sehat. Selain membantu mengurangi stres, pilihan-pilihan ini juga memberikan manfaat jangka panjang bagi kesehatan mental.
Dengan mengenali fenomena Efek Lipstik dan memahami faktor-faktor yang memicunya, diharapkan masyarakat dapat lebih bijak dalam mengambil keputusan finansial dan tidak terjebak dalam ilusi kendali yang semu. Lebih jauh, langkah ini dapat menjadi upaya preventif untuk menjaga kesehatan mental dan kesejahteraan di tengah tekanan ekonomi yang mungkin sedang dihadapi.
Artikel ini ditulis oleh
Editor Titah Mranani
8 Cara Mengatasi Kecanduan Belanja Online, Bijak Kelola Pengeluaran
Kemudahan akses ke berbagai produk dan layanan melalui internet seringkali membuat belanja online terasa sangat menggoda dan menyenangkan.
7 Dampak Gaya Hidup Konsumtif yang Merugikan, Segera Hindari
Ada banyak hal negatif yang dibawa oleh gaya hidup konsumtif.
Lakukan Hal Ini Agar Tak Timbul Rasa Penyesalan Setelah Belanja Barang
Impulsif saat berbelanja sering dijadikan sebagai sarana untuk melepas penat ketika seseorang sedang mengalami stres.
Stop Boros! Begini Tips Menghindari Jebakan Impulsive Buying yang Mengancam Keuanganmu
Biar nggak terjebak impulsive buying, berikut ini beberapa tips yang bisa mulai kamu lakukan dari sekarang!
Boneka Labubu dan Fenomena FOMO: Ketika Tren Menjadi Ancaman Bagi Mental
FOMO adalah rasa takut tertinggal pengalaman yang terjadi di sekitarnya. Namun tahukah Anda bahwa ketakutan ini ternyata berbahaya bagi kesehatan mental?
Fomo 1 bulan yang lalu
Survei: Warga Korea Tetap Foya-Foya Meski Keuangan Cekak
Konsumen terus terlibat dalam berfoya-foya untuk kenyamanan emosional dan menghilangkan stres.
Wine 3 bulan yang lalu
Kaum Ekonomi Kelas Menengah, Jangan Lakukan Ini Jika Ingin Kaya
Menghabiskan uang demi penampilan akan menjadi kehancuran terbesar.
Memahami Doom Spending dan Cara Mengatasinya, Menghadapi Tantangan Finansial dengan Lebih Bijak
Doom spending kini jadi momok karena perilaku membelanjakan uang secara berlebihan untuk kesenangan jangka pendek, ternyata ini penyebabnya.
4 Tipe Perilaku Konsumen Belanja Online, Anda Tipikal yang Mana?
Ada perilaku yang teramati konsumen belanja online terutama saat ada mega sale. Berikut adalah pola perilaku konsumen.
Korsel Jadi Konsumen Terbesar Barang Mewah, Lampaui China dan AS
Merek barang mewah yang laris diperdagangkan di Korea Selatan sepanjang periode Januari-September, yakni Chanel.
Ini Daftar Belanja Online yang Diminati Gen Z
Berikut adalah barang belanjaan yang selalu dibeli Gen Z di platform e-commerce.