Ternyata, Jurusan Kuliah Ini Tingkat Depresinya Paling Tinggi

1 month ago 10
  1. UANG

Tingkat depresi yang lebih tinggi dapat mengindikasikan bisnis sedang berubah.

Minggu, 17 Nov 2024 11:30:44

Ternyata, Jurusan Kuliah Ini Tingkat Depresinya Paling Tinggi ilustrasi depresi | pexels.com/@pixabay (©@ 2023 merdeka.com)

Salah satu platform pembanding universitas di dunia, Degreechoices, melaporkan salah satu jurusan paling popular namun mengalami pertumbuhan tingkat depresi paling tinggi.

Dilansir Newsweek, angka depresi ini meningkat di kalangan mahasiswa, dan sejumlah ahli meyakini krisis Kesehatan mental diperburuk selama pandemic Covid-19.

Dari laporan Degreechoices, jurusan paling depresi yaitu bisnis. Jurusan ini mencakup 375.400 gelar dari sekitar 2 juta gelar Sarjana yang diperoleh dari tahun 2021 hingga 2022, ditemukan memiliki tingkat peningkatan depresi tertinggi kelima dari tahun 2019 hingga 2024.

"Meskipun ini merupakan salah satu jurusan paling populer yang dipilih oleh siswa, jurusan ini juga memiliki korelasi tinggi dengan masalah kesehatan mental," demikian laporan Degreechoices, dikutip pada Minggu (17/11).

Pada tahun 2019, 29,5 persen mahasiswa yang mengambil jurusan bisnis melaporkan bahwa mereka berjuang melawan depresi, sementara 32,6 persen mengatakan hal yang sama pada tahun 2024.

"Sayangnya, tidak terlalu mengejutkan bahwa berdasarkan faktor sosial dan ekonomi di AS saat ini, para lulusan bisnis menunjukkan tingkat depresi tertinggi," kata Alexandra Cromer, konselor profesional berlisensi di Thriveworks, kepada Newsweek.

"Perekonomian dan dunia bisnis telah tidak stabil selama beberapa waktu, jadi mengejar gelar di bidang yang terasa sangat 'tidak stabil' dapat membuat seseorang merasa putus asa dan tertekan mengenai masa depan mereka. Mereka mungkin merasa gagal."

Pengaruh Ekonomi Global

Psikoterapis Nicholas Hardy, yang juga mengelola podcast Untherapeutic , mengatakan mahasiswa jurusan bisnis kemungkinan mengalami peningkatan tingkat depresi karena persepsi umum masyarakat terhadap ekonomi dalam beberapa tahun terakhir.

"Jika seseorang yakin bahwa ekonomi mendukung keberhasilan mereka setelah lulus, perasaan tentang jurusan bisnis mereka akan lebih positif," kata Hardy kepada Newsweek. "Namun, jika mereka memiliki pandangan yang lebih suram, dan percaya bahwa usaha mereka sia-sia atau tidak akan membuahkan hasil yang diinginkan, perasaan depresi lebih mungkin muncul."

Meski begitu, jurusan ini tetap populer karena sifatnya yang fleksibel, kata Hardy.

"Baik Anda pustakawan, musisi, atau di bidang pendidikan, bisnis pasti akan saling terkait," kata Hardy. "Selain itu, mahasiswa, pada umumnya, tidak yakin tentang hal-hal spesifik tentang masa depan mereka. Akibatnya, mengambil jurusan bisnis memungkinkan seseorang untuk mengambil pendekatan umum, sambil tetap fleksibel, laku, dan kompetitif di pasar saat ini."

Namun, tingkat depresi yang lebih tinggi dapat mengindikasikan bisnis sedang berubah, dan beberapa industri menghadapi stabilitas yang lebih rendah dibandingkan sebelumnya.

"Hal ini dapat memengaruhi kesejahteraan sosial dan emosional kita dan menimbulkan keraguan serta ketakutan saat mempertimbangkan 'apa yang akan terjadi selanjutnya,'" kata Hardy. "Di sisi lain, pendidikan tinggi secara tradisional dicirikan oleh penolakannya terhadap perubahan dan semakin menyoroti perlunya evolusi yang lebih besar dan lebih banyak inovasi."

Artikel ini ditulis oleh

Yunita Amalia

Editor Yunita Amalia

Gaji Tak Sesuai Harapan, Punya Pekerjaan Sampingan Bakal Jadi Tren di Jepang

Gaji Tak Sesuai Harapan, Punya Pekerjaan Sampingan Bakal Jadi Tren di Jepang

Para lulusan universitas di Jepang tidak yakin punya harapan gaji mereka sesuai dengan kebutuhan.

Menguji Data Kemenkes soal Ribuan Calon Dokter Spesialis Alami Gejala Depresi

Menguji Data Kemenkes soal Ribuan Calon Dokter Spesialis Alami Gejala Depresi

Adapun metode skrining yang digunakan, melalui kuesioner Patient Health Questionnaire-9 atau PHQ-9.

 Kuliah Semakin Mahal dan Topik Diajarkan Bisa Dipelajari Sendiri

Pandangan Gen Z dan Milenial: Kuliah Semakin Mahal dan Topik Diajarkan Bisa Dipelajari Sendiri

Bagi Gen Z dan milenial, biaya hidup adalah kekhawatiran utama mereka, dan Gen Z juga mengkhawatirkan potensi pengangguran.

Gen-Z 6 bulan yang lalu

Tingkat Pengangguran China Mengkhawatirkan, Lulusan S2 Jadi Petugas Kebersihan Sekolah

Tingkat Pengangguran China Mengkhawatirkan, Lulusan S2 Jadi Petugas Kebersihan Sekolah

Persaingan kerja di level para lulusan perguruan tinggi semakin ketat seiring minimnya penyerapan tenaga kerja.

 Ternyata Gaji Lulusan Pendidikan Paling Kecil, Ini Alasannya

Hasil Survei: Ternyata Gaji Lulusan Pendidikan Paling Kecil, Ini Alasannya

Federal Reserve Bank New York merilis hasil riset jurusan kuliah dengan gaji paling rendah salah satunya lulusan pendidikan.

Beda dengan Indonesia, Pendaftaran CPNS di Jepang Tidak Banyak Peminatnya

Beda dengan Indonesia, Pendaftaran CPNS di Jepang Tidak Banyak Peminatnya

Masyarakat Jepang cenderung lebih memilih berkarir di sektor swasta.

CPNS 2 bulan yang lalu

 Karyawan di Singapura Paling Tidak Bahagia Se-Asia Tenggara

Survei: Karyawan di Singapura Paling Tidak Bahagia Se-Asia Tenggara

Warga SIngapura lebih pilih hidup stabil meski tidak bahagia dalam pekerjaan.

 Pekerja Kurang Sejahtera Bisa Ganggu Perekonomian Global
Mahasiswa di 10 Universitas Ini Merasa Bahagia

Mahasiswa di 10 Universitas Ini Merasa Bahagia

Banyak mahasiswa berhenti kuliah karena merasa stres.

Anak Muda di China Enggan Menikah, Ternyata Ini Penyebabnya

Anak Muda di China Enggan Menikah, Ternyata Ini Penyebabnya

Isu penurunan jumlah penduduk (atau depopulasi) masih jadi momok bagi beberapa negara, salah satunya China. Enggan menikah jadi salah satu penyebabnya.

15 Faktor Tingginya Angka Pengangguran di Indonesia

15 Faktor Tingginya Angka Pengangguran di Indonesia

Ketidakcocokan keterampilan tenaga kerja dengan kebutuhan industri, berkontribusi terhadap masalah ini.

Jutaan Anak Muda di Negara Maju Menganggur, Ini 4 Penyebabnya

Jutaan Anak Muda di Negara Maju Menganggur, Ini 4 Penyebabnya

Uni Eropa terancam kehilangan satu generasi karena banyak perusahaan yang menghentikan perekrutan sejak Pandemi Covid-19.

Read Entire Article
International | Politik|